Bengkalis-Ditengah carut-marut pelayanan pelabuhan Air Putih–Sungai Selari, Pemkab Bengkalis membentuk Satgas Pengawasan RoRo. Namun, langkah ini dinilai reaktif dan tak menyentuh akar masalah. Saran Ombudsman soal reformasi pengelolaan pelabuhan diabaikan, sementara temuan BPK justru mengungkap penyimpangan retribusi di tubuh Dinas Perhubungan.
Pelabuhan Air Putih–Sungai Selari masih menjadi titik lemah pelayanan publik di Bengkalis. Dua kapal RoRo yang beroperasi tak sanggup menampung lonjakan penyeberangan, antrean kendaraan menumpuk, dan praktik penerobosan masih marak.
Sebagai solusi cepat, Pemkab Bengkalis membentuk Satgas Pengawasan Pelayanan RoRo, dipimpin Sekda dr. Ersan Saputra. Satgas ini diklaim untuk menertibkan antrean dan meningkatkan disiplin pelayanan di dua pelabuhan utama. “Satgas akan menjadi mitra masyarakat agar antrean berjalan tertib,” kata Ersan.
Namun, kehadiran Satgas justru menuai kritik. Warga menilai kebijakan ini tidak tepat sasaran dan hanya menambah struktur tanpa menyentuh akar persoalan. “Lucu juga, setiap masalah langsung bentuk Satgas. Padahal cukup perkuat sistem dan pengawasan yang ada,” ujar Ahmad, warga Bengkalis.
Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) mendukung pembentukan Satgas, tapi menilai pemerintah seharusnya menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman RI tahun 2023 tentang transformasi tata kelola pelabuhan. “Transformasi harus dilakukan dari sisi kelembagaan, sistem tiket, hingga infrastruktur,” tegas Sekretaris DPH LAMR Bengkalis, Datuk Riza Zulhelmi.
Ombudsman sebelumnya menemukan indikasi maladministrasi di pelabuhan Bengkalis dan merekomendasikan lima langkah perbaikan, termasuk pembentukan BLUD Pelabuhan RoRo agar pengelolaan lebih profesional dan transparan. Hingga kini, saran tersebut belum dijalankan.
Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan dalam pengelolaan retribusi pelabuhan. Koperasi Karyawan Dishub memungut retribusi tanpa dasar hukum jelas dan penyetoran ke kas daerah kerap terlambat hingga 28 hari. Kadishub Adi Pranoto menyebut hal itu hanya “temuan administratif.”
Minimnya transparansi dan lemahnya pengawasan membuat kepercayaan publik terhadap pelayanan RoRo kian turun. Tanpa pembenahan kelembagaan dan sistem digital yang transparan, Satgas dikhawatirkan hanya menjadi solusi sementara tanpa perubahan nyata di lapangan.
Sumber: cakaplah. Com








