BENGKALIS – Ribuan honorer non-database Pemkab Bengkalis kembali dihantui rasa was-was. Senin (29/9/2025), sebanyak 3.583 orang lewat perwakilannya mendatangi Bupati Kasmarni di Wisma Daerah Sri Mahkota, untuk menagih kepastian “nasib periuk nasi” mereka pada tahun 2026.
Suasana ruang pertemuan terasa tegang. Para honorer yang sejak lama bergantung pada upah daerah, duduk berhadapan dengan pucuk pimpinan kabupaten. Mereka membawa kegelisahan yang sama: apakah tahun depan masih bisa mengabdi, atau justru harus kehilangan mata pencaharian.
Bupati Kasmarni, didampingi Ketua DPRD Bengkalis Septian Nugraha, Sekda Ersan Saputra, serta sejumlah pejabat perangkat daerah, akhirnya memberikan jawaban yang ditunggu. “Kami sama sekali tak ingin ada PHK. Tahun 2026, bersama DPRD, anggaran untuk honorer non-database tetap dialokasikan,” tegasnya, disambut anggukan dari para wakil rakyat.
Pernyataan itu menjadi kabar melegakan. Kepala BPKAD, H. Aready, bahkan langsung menegaskan ketersediaan dana. “Anggaran untuk itu ada, tersedia, tak ada masalah,” katanya. Namun di balik jaminan daerah, satu persoalan krusial masih menggantung: keputusan akhir tetap ada di pemerintah pusat.
Kasmarni mengaku telah melayangkan surat resmi ke Kementerian PAN-RB untuk meminta kejelasan nasib honorer. Namun hingga kini, jawaban belum juga turun. “Kami masih menunggu respon dari pusat,” ujarnya.
Dari pihak honorer, Panca Dharma Pasaribu menyuarakan keresahan koleganya. “Kami tidak menuntut jadi ASN, tapi kami minta kepastian agar bisa terus bekerja dan menghidupi keluarga. Jangan sampai setelah sekian lama mengabdi, tiba-tiba kami terhenti hanya karena regulasi,” ungkapnya.
Untuk itu, Bupati dan Ketua DPRD menyarankan aliansi ikut memperjuangkan nasib hingga ke Jakarta, menemui KemenPAN-RB, BKN, bahkan anggota DPR RI. Usulan ini juga diperkuat Camat Mandau, Riki Rihardi, yang mendorong agar honorer Bengkalis bergabung dengan rekan-rekan se-Riau agar suara lebih kuat.
Sebagai bentuk keberpihakan, sejumlah pejabat pun merogoh dukungan nyata. Ketua DPRD Septian menanggung biaya dua orang perwakilan, Bupati Kasmarni tiga orang, dan Camat Riki bersama 10 camat lainnya untuk dua orang lagi. Dengan begitu, suara honorer Bengkalis bisa sampai ke pusat tanpa terhalang soal biaya.
Meski masih panjang jalan perjuangan, setidaknya hari itu para honorer pulang membawa secercah harapan. Bahwa “periuk nasi” mereka tidak serta-merta padam, dan bahwa Pemkab Bengkalis masih berdiri di belakang mereka dalam menghadapi ketidakpastian tahun 2026.