PRODESANEWS.COM | PEKANBARU — Sebuah langkah strategis untuk memperkuat perlindungan data dan keamanan ruang digital mengemuka dalam rapat koordinasi tingkat Provinsi Riau. Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Kabupaten Bengkalis, Suwarto, mewakili Bupati Bengkalis dalam forum yang menyoroti kompleksitas pengelolaan data pribadi dan transaksi elektronik di era digital yang terus melaju.
Rapat koordinasi itu berlangsung pada Rabu, 16 Juli 2025, di Ruang Kenanga lantai tiga Kantor Gubernur Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru. Sekretaris Daerah Provinsi Riau, M Job Kurniawan, membuka jalannya diskusi yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan dari tingkat pusat hingga daerah.
Syaiful Garyadi, Asisten Deputi Koordinasi Perlindungan Data dan Transaksi Elektronik, menyampaikan bahwa pertumbuhan teknologi informasi tidak hanya menciptakan peluang efisiensi dan keterbukaan, tetapi juga melahirkan celah risiko baru. Di Provinsi Riau, sambungnya, gelombang transformasi digital telah merambah hampir seluruh sektor, mulai dari pelayanan publik, dunia usaha, pendidikan, hingga ranah transaksi ekonomi daring.
Namun di balik potensi itu, kata Syaiful, muncul tantangan pelik. Peredaran konten negatif meningkat drastis: dari pornografi, hoaks, ujaran kebencian, radikalisme, hingga penyebaran data pribadi tanpa izin. Masalah ini, menurut dia, tidak bisa dianggap remeh karena berdampak langsung terhadap stabilitas sosial dan perlindungan hak-hak sipil masyarakat.
“Konten semacam ini berkembang cepat, bahkan liar, karena minimnya pengawasan serta belum solidnya mekanisme penindakan. Lebih jauh lagi, sinkronisasi antara kebijakan pusat dan daerah masih jauh dari kata optimal,” ujar Syaiful.
Ia menyoroti absennya prosedur standar dalam menangani konten negatif yang kerap menimbulkan tumpang tindih kewenangan antarinstansi. Alhasil, respons penanganan menjadi lambat, bahkan kerap memicu kebingungan di lapangan. Kondisi tersebut, menurutnya, harus diatasi dengan koordinasi lintas lembaga yang terstruktur dan terpadu.
“Di Provinsi Riau, kita butuh model koordinasi yang tidak hanya responsif, tapi juga berakar pada regulasi yang jelas. Ini bukan sekadar soal kebijakan, tetapi juga menyangkut kecepatan dalam melindungi masyarakat dari dampak digital yang merugikan,” tambah Syaiful.
Merespons urgensi tersebut, pemerintah pusat telah menetapkan sejumlah regulasi strategis. Di antaranya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), serta pembaruan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang kini telah diubah menjadi UU Nomor 1 Tahun 2024.
Dalam forum yang sama, Direktur Penyidikan Kementerian Komunikasi dan Digital, Irawati Cipto Priyati, menjelaskan garis besar Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital yang mengatur penyelenggaraan sistem elektronik lingkup publik. Dalam konteks ini, penyelenggara sistem elektronik tak terbatas pada lembaga negara semata, melainkan juga individu, badan usaha, dan kelompok masyarakat yang mengoperasikan layanan digital untuk dirinya maupun pihak lain.
“Yang disebut PSE Lingkup Publik mencakup instansi penyelenggara negara serta lembaga yang ditunjuk untuk menyelenggarakan sistem elektronik secara resmi,” papar Irawati.
Fokus Irawati dalam forum ini lebih diarahkan pada penanganan kasus perjudian online (Judol) yang marak. Ia juga menampilkan data forensik digital di Provinsi Riau yang menunjukkan meningkatnya permintaan bantuan penanganan kasus berbasis bukti elektronik.
Hadir dalam forum tersebut perwakilan dari Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kepala Dinas Kominfo Provinsi Riau, serta seluruh Kepala Dinas Kominfo kabupaten/kota se-Riau. Kehadiran mereka mencerminkan keseriusan untuk menutup celah regulasi, memperkuat integritas kebijakan, dan membentengi masyarakat dari ancaman digital yang kian kompleks.
[pnc/ril]